Jumat, 06 Januari 2012

KILAS BIROKRASI MASYARAKAT VS PEMERINTAH


Oleh : Amin
Penulis Adalah Kord Devisi Keilmuan (HIMASOS) Bidang Kajian
Social , Agama,  Ekonomi, Dan Politik. Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya
Emil:ysfamin@yahoo.co.id
Blog:aminyusufys.blogspot.com

OTORITAS RAKYAT VS OTORITAS PEMERINTAH
Di era demokrasi ini yang katanya dari rakyat
untuk rakyat kembali ke rakyat, masih perlu di pertanyakan kembali, dan harus di evaluasi kembali makna (meaning) dari sebuah kata demokrasi. Contohnya banyak sekali permasalahn yang seharusnya pemerintah membela rakyat, namun justru sedikit memberi peluang kepada rakyat untuk bisa mengaktualisasikan pendapatnyta dalam suatu problematic social ekonomi di Negara ini.
Salah satunya ketika ada sebuah insiden yang sangat tragis yang menyangkut permasalahan rakyat dengan pemerintah, malah rakyat seakan di pojokkan untuk memberI pendapat yang riel, kasus-kasus besar tentang kekerasan, pelanggaran ham yang terjadi sepanjang 2011 di daerah lampung, Sumatra, dan NTB, seakan masyarakat sulit untuk meberi penjelasan, di karenankan otoritas pemerintah yang seakan mengklaim dirinya paling bisa memcari dan menidentifikasi masalah tersebut. Padahal permasalah itu menimpa kepada rakyat dan pemerintah hanya bisa menganalisis saja, wong sebenarnya masyarakat yang lebih tau permasalahan yang ada. Dari sinilah otoritas rakyat seakan terabaikan dari permukaan demokrasi.
Sebuah catatan penting dari sejarah bangsa ini yang tidak luput dari peran rakyat sipil, yang selalu berupaya melepaskan belenggu hitam dari alam kegelapan masa penjajahan, sampai pada tarap kemerdekaan yang sampai sekarang bisa berdaulat, dan bisa berdiri di atas kaki sendiri. Kekejaman zaman orde lama dan orde baru juga menajadi problema bangsa, kekejian yang di lakukan oleh resim orde baru membuat rakyat tidak bebas, memberikan apa-apa, lalu bagaimana dengan sekrang yang sudah refomasi, demokrasi di tegakan, apakah demokrasi hanya ada jika ada pemilihan kepada Negara? Ataukah hanya sebagai symbol Negara yang katanya di kenal ramah tamah? Inilah potret masa depan silau yang seakan membuat rakyat mengeluh dan prustasi.
Berbagai kasus yang menimpa rakyat sipil terutama pembantaian orang di Mesuji lampung, yang oleh TGPF di nyatakan tidak ada pelanngaran ham, padahal insiden tersebut sudah jelas di depan mata kita.berbagai media dengan tegas menjelaskan dan penuh dengan riel dari pernyataan masyarakat bahwa kasus yang seperti itu benar terjadi dan menimpa rakyat sipil yang tidak berdosa, kog malah oleh pemerintah di klamim tidak ada pelanggaran ham. Coba lihat dengan seksama, dan identifikasi dengan riel, lalu investigasi dengan seksama apa yang sebenarnya di alami oleh rakyat?
Jika pemerintah mau melihat dan komentmen kepada UUD 45 dan dasar isi pancasila sebagai dasar hokum. Yang isinya kemanusiaan yang adil dan beradap ! dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Negara dan bangsa ini akan sempurna, percuma juga yang bikin undang-undang jika tidak mematuhi, lantas apa tujuan dari membikin undang-undang tersebut.
Di sadari atau tidak bahwa hokum UUD yang ada di Indonesia masih jauh dari kata sempurna dalam hal pelaksanaan. Kenapa begitu? Karna rakyat masih tetap menjadi sasaran deskriminasi hokum, deskriminasi politik, dan deskriminasi ekonomi. Sehingga rakyat tidak ada otoritas dalam segala hal menyangkut permasalah yang di timpanya. Tanpa melihat dari aspek zaman maka, kita selaku bagain dari masyarakt kecil tidak bia diem untuk bisa tetap mmperkokoh barisan untuk tetap memperbaiki bangsa ini dengan mengevaluasi diri kita sendiri dan juga mengevaluasi pemerintah selaku wakil rakyat yang di harapkan mampu memberikan konstribusi poitif bagi perkembangan social ekonomi dan politik rakyat indoensia. Dan pemerintah bisa masih berkenan memberikan kesempatan pada rakyat untuk bisa menjadi bagian dan ikut andil dalam penegakan hokum.

Wallahu Ya’lamu  

1 komentar:

Sample text

Social Icons

Powered By Blogger

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts