Rabu, 28 Desember 2011

BAHASA AGAMA

SEMIOTIKA; UPAYA MEMAHAMI BAHASA AGAMA
Written By :Ribut Nur HudaÓ
A.    Istilah Semiotika
Semiotika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan social dalam memahami dunia sebagai system hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda”. Semiotika berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain atas dasar konvensisosial (Umberto Eco: 1976; 16).
Umberto Eko mengungkapkan pada prinsipnya semiotika adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (Yasraf Amir Piliang: 1999; 44).Seperti kata siang yang implisitdalam kata malam. Contoh semacam ini merupakan bentuk dari teori kedustaan yang dimaksud oleh Umberto Eco.
Charles Morris, seorang Filsuf yang juga menaruh perhatian atas ilmu tanda-tanda, mengungkapkan bahwa semiotika pada dasarnya dapat dibedakan kedalam tiga cabang penyelidikan, yaitu sintaktika yang mengkaji hubungan formal diantara satu tanda dengan tanda yang lain, semantika yang mengkaji tanda dengan obyek yang diacunya dan pragmatika yang mengkaji hubungan tanda dengan interpreter atau pemakai tanda.
B.     Bahasa Sebagai Tanda
Bahasa yang merupakan keistimewaan manusia dan sifatnya dinamis merupakan ungkapan maksud hati.Hubungan antara simbol (penanda) dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konvensional.Berdasarkan sifatkonvensi tersebut masyarakat pemakainya menafsirkan cirri hubungan antar symbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.
C.    Elemen Dasar Semiotika
1. Komponen Tanda
Ferdinand de Saussure mengkaji hakekat bahasa.kajian tersebu t melahirkan dikotomi bahasa dari aspek material (penanda) dana spek mental (petanda). Keberadaan penanda dan petanda tidak dapat dipisahkan, dan pemisahan akan mengaburkan pengertian kata (tanda) itu sendiri. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer.
1.      RelasiTanda
Di dalam konteks strukturalisme bahasa, tanda tidak dapat dilihat hanya secara individu, akan tetapi dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda-tanda lainnya di dalam sebuah sistem. Aturan pengkombinasiannnya terdiri dari dua model relasi, yaitu relasi sintagmatik (ada dalam tuturan) dan relasi paradigmatic (sebelum muncul dalam tuturan).
2.      TingkatanTanda
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung danpasti .Berbeda padating katkonotasi yang mengoprasikan makna tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (terbuka terhadap berbagai kemungkinan).
D.    Langue dan Parole
Saussure menyebut fenomena bahasa secara umum dengan langage, sedangkan langue danparole merupakan bagian dari langage. Parole adalah manifestasi individu terhadap bahasa yang dapat memberikan makna, sedangkan langue adalah bahasa dalam proses sosial.
E.     Istilah Bahasa Agama
Bahasa agama memiliki hakikat yang khusus, berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Hal ini karena sifat hakikat al-Qur’an itu sendiri, yaitu sebagai sarana komunikasi antara Tuhan dengan makhluk-Nya.Sedangkan bahasa dalam pengertian umum hanya merupakan sarana komunikasi antara manusia satu dengan yang lainnya.  Atomismelogis  mengatakan bahwa hakikat bahasa adalah melukiskan dunia sehingga strukturlogis bahasa sepadan dengan struktur logis dunia. Oleh karena itu, bahasa harus memenuhi syarat-syarat logis. Sementara itu, positivisme logis lebih jauh mengatakan bahwa makna bahasa harus dapat diverifikasi secara empiris dan logis. Bahasa agama (al-Qur’an) bukan hanya mengacu pada dunia melainkan mengatasi ruang dan waktu sehingga keberadaan bahasa agama mengacu pada; Dunia, yang meliputi dua hal; pertama, dunia human, yang meliputi dunia kemanusiaan.Kedua, duniainfra human, yang berkaitan dengan binatang, tumbuhan, dan dunia fisik lainnya dengan segala hokum serta sifat masing-masing.
Adikodrati, yaitu suatu wilayah di balik dunia manusia yang hanya di informasikan oleh Tuhan melalui wahyu, misalnya surga, neraka, ruh, hari kiamat, dan sebagainya.
Ilahiyyah, yaitu aspek yang berkaitan dengan hakikat Allah, bahwa Allah itu memiliki al-Asma’ulHusna, sepertial-Aziz, al-Hakim, al-Alim, dan lain sebagainya.
Mengatasi dimensi ruang dan waktu, hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an sendiri.Misalnya yang berkaitan dengan sejarah para Nabi dan Rasul-Nya, dan yang berkaitan dengan dimensi ruang misalnya, dunia jin, alamkubur, alamruh, dan sebagainya (kaelan: 2003; 71)
Mengingat hakikat bahasa agama yang mengacu pada dimensi tersebut diatas, maka untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an tidak mungkin hanya berdasarkan pada kaidah-kaidah linguistic semata . Sebab itu dalam upaya mengatasi stagnasi bahasa, terutama kaitannya dengan dimensi ilahiyah, dimensi metafisik, dimensi ruh, dan dimensi adikodrati, maka sangat realistis bilamana dikembangkan bahasa metaphor dan analogi.
F.     Pemahaman Keagamaan.
Pemahaman karena sifatnya yang histories tidak ada yang bersifat absolut. Berbeda dengan agama yang a histories .Sehingga prinsip dalam beragama menerima adanya ma’lumatsabiqoh (kerangkaiman) dalam beragama dengan tetap membaca teks dengan melihat dunia pengarang, dunia teks dan dunia pembaca yang masing-masing memilki konteks tersendiri. Tidak hanya menekankan aspektrasendental semata yang melahirkan pemahaman yang bersifat satu arah, yakni antara mutakallim (Tuhan) dengan teks (al-Qur’an).
G.    Intertekstualitas Bahasa Agama
Julia kristeva mencoba membatasi intertekstualitas dalam beberapa rumusan sebagai berikut;
Pertama, intertekstualitas adalah transposisi dari satu atau beberapa system tanda kepada system tanda yang lain dengan disertai artikulasi. Kedua, sebuah teks adalah produktifitas, ia merupakan permutasi dari teks-teks lain, di dalam ruang sebuah teks terdapat ujaran-ujaran yang berasal dari teks-teks lain yang saling bersilangan dan saling menetralkan. Dan ketiga, setiap teks mengambil wujud mosaic kutipan-kutipan, setiap teks merupakan resapan dan transformasi dari teks-teks lain.
Lingkaran intertekstualitas al-Qur’an telah dibuka dan dimasuki oleh teks lain di luarnya, yaitu oleh Muhammad SAW dan para penafsir lain. Dan  meluasnya lingkaran jaringan interteks bahasa bahasa keagamaan yang muncul kemudian bisa memperjelas pesan al-Qur’an. Dan hadirnya pemahaman baru terhadap al-Qur’an dengan berbagai metode tafsir yang ditawarkan merupakan bentuk intertekstualitas bahasa agama yang tidak bisa dihindari.



Ó disampaikan pada acara sekolah bahasa Unit Kegiatan Pengemangan Intelektual (UKPI) Dema IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sample text

Social Icons

Powered By Blogger

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts