Minggu, 15 April 2012

IBNU KHALDUN DAN KEJAYAAN SUATU NEGARA


IBNU KHALDUN DAN “KEJAYAAN” KITA SEBAGAI ORANG ISLAM
(Refleksi 600 Tahun Wafatnya Ibnu Khaldun)
Oleh :  Amin Yusuf ®
Seorang sejarawan agaung dan pemikir ulung yang oleh banyak kalangan di anggap sebagai “Bapak Sosiologi”, Dialah Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun yang hidup antara tahun 1332 hingga 1406.
Bulan novermber 2006 lalu setidaknya ada tiga konfrensi antar bangsa di gelar dalam rangka mempringati 600 tahun wafatnya bapak Sosiologi itu sebagai ilmuan yang terkenal dan besar di belahan dunia. Konfrensi itu di adakan dalam tiga tahap. Pertama : pada tanggal 3-5 November 2006 di Madrid, Spanyol, atas kerja sama Islamic Research In Training Institute Islamic Development Bank (IDB) dengan Universidad Nacional de Educacion a Distance (UNED) dan pusat kebudayaan setempat. Kedua ; 11 November 2006 di kampus Johann Wolpgang Geothe-Universitate Frankfurt, Jerman. Di mana penulis berkesempatan hadir. Ketiga, 20-22 november 2006 di The International Institute Of Islamic Thoucht And Civilition (ISTAC) kuala Lumpur, Malaysia. Acara ini mengangkat tema “Ibn Khaldun’s Legacy And Is Contemporary Significance.”
A.     Sang fenomenal
Ibnu Khaldun sangat fenomenal di kalangan para ilmuan sosiolog, baik di barat maupun sosiolog di timur, dengan kitabnya yang sangat terkenal yaitu; Al-Muqaddimah, kita ini yang menjadikan ibnu khaldun sangat fenomenal di belahan dunia. Ibnu Khaldun hidup pada saat imperium  islam bagian barat (termasuk aprika utara) di ambang kehancuran. Andalusia terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kaum Murabitun  (Almuravid) dan Muwahhdidun (al-Mohad) saling rebut wilayah dan pengaruh.
Pada saat yang sama, kaum Kristen spanyol tengah menkonsolidasi kekuatan dan strategi untuk meluncurkan serangan besar-besaran demi merebut kembali semua daerah-yang diduki oleh kaum muslimin. Pristiwa kalam yang dinamakan Rekonquista. Bermula dengan Toledo (1085), Kordoba (1236), Seville (1248), dan trakhir Granada (1492), satu persatu wilayah islam jatuh ketangan orang-orang Kristen. Kondisi social politik yang tak menentu itu tentu saja banyak mempengaruhi perjalanan karir maupun pemikiran Ibn Khaldun.
Barangkali karna kesibukannya sebagai pejabat Negara dan keterlibatanya dalam politik, Ibn Khaldun tidak banyak menghasilkan karya tulis. Hanya tercatat beberapa buku kecil seputar logika dan filsafat (lubab al-muhashshal), tentang tasawuf (Syifa’ As-Sa’il Li-Tahdzibal-Masa’il), dan sebuah Otobiografi (at-Ta’rif), namun. Ia meninggalkan sebuah karya raksasa berjudul tarjuman Al-‘Ibar Wa Diwan Al-Mubtada’ Waa Al-Khabar Fi Ayyam Al-Arab Wa Al-Barbar Wa Man Asharamun Min Dzawis Shultan Al-Akbar. Bagaian pendahuluan dari kitab ini lah yang melejitkan namanya ke seantero jagad tak aneh sebab Muqaddimahnya itu tak ubahnya bagaikan kapsul yang memuat ektrak prinsip-prinsip yang bekerja di balik aneka manifestasi ilmu pengetahuan, pencapaian, dan pengalaman masyarakat dari masa ke masa.
Sebagaimana di ungkapkan pakar sejarah Arnold Toynbee: “in the prolegomena (muqaddimah) to his uviversal history he has conceived and formulated a philosofhy of history which is undoubtedly the greatest work of its kind that has ever yet ben created by any mind in any time or place. “ (lihat: A study of history: the growths of cilizations, new york: oxpord university press, 1962, 3;321-8)
Karya yang di tulis Ibn Khaldun dalam penajara itu telah di terjemahkan ke berbagai bahasa prancis (oleh, Wiiliam De Sale, Prolegomena Historiques D’ibn Khaldun, Paris 1862-8), Jerman, (oleh ; Annemarie schimmel, Ibn khaldun: Ausgewaehlte Abschnitte Aus Der Muqadimah Tuebingen 1951), dan Inggris, (oleh: Franz Rosenthal, the Muqaddimah: an Introduction To History By Ibn Khaldun, 3 jilid, London 1958).
B.     Kahancuran dan kejayaan
Ada bebrapa pandangan ibn Khaldun yang masih sangat relevan kini untuk jadi bahan renungan kita yang sedang berusaha bangkit meraih kejayaan. Masyarakat dan Negara yang kuat adalah masyarakat dan Negara yang padanya tedapat tiga perkara. Pertama, solidaritas kebangsaan yang kokoh, dimana sikap dan prilaku yang mendzalimi, membenci dan menjatuhkan satu sama lain bertukar menjadi saling memberi, saling menghargai, dan saling melindungi. Ibn Khaldun menyebutkan Ashabiyyah atau Group Feeling meminjam terjemah Rosenthal.
Kedua , kuantitas dan kualitas sumber daya manusianya. Rakyat yang setia kepada Negara akan bertambah makna strategis maupun dampak positifnya secara ekonomis dan sebagainya jika setiap individunya unggun dan mumpuni, sebalkinya, keunggulan sumber daya manusia semata tidak akan banyak berarti jika suatu Negara di landa krisis demokrafis yang mengantarkannya kepada kepunahan.
Ketiga, kebangkitan suatu bangsa dan kejayaan Negara berawal dari dan hanya akan lanngeng apabila orang-orangnya selalu optimis dan ma uterus-menerus bekerja keras. Kesuksesan tidak di capai sekonyong-konyong, “Laa Yashulu Lahum Zhafarun Bil Munajahah,” ujar Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya, iii/49.  
Ibn Khaldun menganalogikan proses kelahiran dan kehancuran suatu Negara dengan kehidupan manusia. Ada tahap-tahap yang mesti di lalui, masing-masing dengan pasang surut dan pahi manisnya. Menurut ibn khaldun yang memandang proses serajarah dalam karangka siklus (keimbang proses linier dan dialektika), runtunya suatu imperium bisanya di awali dengan kedzaliman pemerintah yang tidak lagi mempedulikan hak dan kesejahtraan rakyat (iii/43) serta sikap sewenang-wenang terhadap rakyat (iii/22), akibatnya timbul rasa ketidakpuasan, kebencian, ketidakpedulian rakyat terhdap hukum dan aturan yang ada. Situasi ini akan semangkin parah bila kemudia terjadi perpecahan di kalangan elit penguasa yang kerap berbuntut desentegrasi dan munculnya petty leaders (pemimpin yang picik) (iii/54)
Yang paling menarik adalah observasi ibn khaldun pada pasal 11 bahwa ketika Negara sudah mencapai puncak kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian, maka pemerintah maupun rakyatnya cendrung menjadi tamak dan melampaui batas dalam menikmati apa yang mereka miliki dan kuasai. Itulah petanda kejatuhan mereka sudah dekat.
Namun kejatuhan suatu bangsa hamper selalu di dahului atau di ikuti oleh kenaiakan bangsa lain yang mewarisi dan meneruskan tradisi maupun pradaban sebelumnya, sebagai penganti yang belum semaju dan secanggih pendahuluanya, bangsa yang baru muncul ini, cendrung meniru bangsa yang pernah menjajahnya hamper dalam segala hal, dari cara berfikir dan bertutur hingga ketingkah laku dan soal busana, proses ini bisa berlangsung tiga sampai empat generasi.
Bangsa yang di kalahkan cendrung meniru bangsa yang menaklukannya karena mengira hanya dengan begitu mereka menang kelak. Jika kejayaan bangsa hanya bisa bertahan empat atau lima generasi, hal ini di karenakan generasi pertama adalah plopor, generasi kedua adalah pengikit, generasi ketiga adalah tradisition keepers (penjaga tradisi), sedankan tradisi ke empat adalah tradition lossers (berpaling dari tradisi).
Berbeda denga para penulis sejarah sebelumnya, ibn khaldun dalam analisinya berusaha objektif, pendekatan yang di pakai tidak ormatif, akan tetapi empiris positivistic. Uraiannya berpijak pada das sein dan bukan das sollen, pada apa yang sesungguhnya terjadi bukan apa yang seharusnya terjadi.
Hematnya kejayaan suatu bangsa lebih di tentukan oleh apakah dan sejauhmana mereka secara kolektif berhasil memenej potensi-potensi yang ada padanya semaksimal dan optimal mungkin, yang demikian adalah ketetapan tuhan (sunnatullah) yang berlaku universal. Mungkinkah bangsa kita termasuk yang di prediksikan oleh ibn khaldun[1] ?




® Mahasiswa Sosiologi Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
[1]Tulisan Ini Di Ambil Dan Di Salin Dari Tulisannya Samsuddin Arif, (yang sedang menyelesaikan studi doktornya di orientaslisches seminar Frankfrurt, Jerman) Dari Kolom Opini  Majalah Hidayatullah, Yang Terbit Pada Bulan Desember 2006, Dalam Tulisan Ini Ada Beberapa Redaksinya Yang Di Tambah dengan memakai kata penulis sendir  (Amin) tanpa mengurangi Isi dari tulisan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sample text

Social Icons

Powered By Blogger

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts